Dayak Community

Dayak Community

Tabe' Art and Culture

BETUNGKAT KA ADAT BASA, BEPEGAI KA PENGATUR PEKARA

AGIK IDUP. AGEK NGELABAN

TABE' Ngau Bala Pengabang Da Ruai Kami

SANGGAR SENGALANG BURONG




Rabu, 30 Maret 2016

Tari Pedang ( Ngajat Pedang ) Dayak Mualang ( Ibanik)






TARI DAERAH KABUPATEN SEKADAU
John Roberto P, S.Sn.,M.Si  ( 20 Mei 2010 )



  1. TARI PEDANG  DARI SUKU DAYAK MUALANG ( Ibanik Group )
KALIMANTAN BARAT.

Tari Pedang ( Nyabor ) pada masyarakat Dayak Mualang ( Ibanik Group) dahulu kala dikenal sebagai Ritual Pemujaan Pedang sebelum seseorang akan pergi Mengayau ( head hunter ). Mengayau atau memenggal kepala adalah suatu syarat bagi seorang laki-laki yang beranjak dewasa apabila ia akan membina rumah tangga dalam pengertian yang berhubungan kepercayaan saat itu, ia akan mampu menjaga keluarganya dari serangan suku-suku lainnya di jaman pengayauan, sebab masa itu sebagian besa suku Dayak memiliki tradisi mengayau. 

Ritual tari pedang ini diawali dengan suau upacara adat yang dipimpin oleh ketua adat dengan mengundang roh-roh leluhur untuk memohon petunjuk dan memberikan kemudahan bagi si anak laki-laki yang akan melakukan ekspedisi Mengayau.
Adapun Roh-roh leluhur yaitu: para leluhur sakti atau Panglima Perang yang berhubungan dengan dunia dewa-dewi ( Sak Pangau ) yang di sebut Tuwak dalam bahasa Mualang, di undang untuk hadir dan menemani sang anak mengayau yaitu:

  1. Tuwak Minai
  2. Tuwak Keling
  3. Tuwak Labong
  4. Tuwak Hijau
  5. Tuwak Pungak
  6. Tuwak Laja
  7. Dsb ( sesuai keinginan dan diperkirakan cukup, karena setiap tuwak punya keahliannya masing-masing dalam pengayauan )

Adapun maksud dari mengundang roh-roh leluhur yaitu mengharapkan petunjuk yang dipesan melalui mimpi. Selain itu ketua adat juga menganjurkan kepada si anak agar memperhatikan tanda-tanda dari Sengalang Burong ( Burung Keramat / burung petuah )
Diantaranya: Burung Gemuas, Burong Bejampong dsb. Setelah mendapatkan tanda-tanda maka sang anak akan memberitahukan kepada Ketua adat dan ketua adat memberikan petuah. Selanjutnya maka Ketua adat menghamburkan beras kuning dan mulailah sang anak melakukan pemujaan terhadap pedang dengan cara menari.

Adapun Ritual Pemujaan Pedang diawali dengan:

  1. Menyembah dan menitipkan perintah / pesan kepada pedang ( seolah-olah ada komunikasi si anak dan pedangnya tersebut.

  1. Mengelilingi Pedang sebanyak 3 ( tiga ) kali, kemudian mengambil pedang dan diikatkan di pinggangnya. Pada saat mengikat pedang sang anak melakukan gerakan yang disebut: Langkah Pecah Empat.

  1. Ketika pedang telah terikat, gerakan semangkin cepat, kemudian sang anak melakukan gerakan Langkah Pecah Dua Belas.

  1. Gerakan selanjutnya yaitu: meletakkan pedang pada posisi baring di bahu sambil memutarkannya, hingga pedang tersebut dapat berpindah  ke kiri dan kanan  dan gerakan tarian Pedang diakhiri dengan menyembah menghadap ke depan.

Jika semua ritual Pemujaan pedang, yang didalamnya memuat tari sebagai bagian dari ritualisme seorang ksatria yang akan turun mengayau selesai dilakukan, maka keesokan harinya Sang anak harus segera berangkat mengayau, apabila terjadi hal-hal yang mengganggu keberangkatan hingga menyebakan batalnya ekspedisi mengayau pada hari akan pergi, maka ritual pemujaan pedang harus dilakukan lagi dari awal.

Ritual Pemujaan pedang, yang didalamnya memuat tari pedang sebagai bagian dari upacara ritual dalam pengayauan, diiringi oleh Instrumen atau tebah yang disebut: Tebah Unup yang terdiri dari: dua buah Tawaq ( Kempul ) dan dua Buah Entebung ( gendang panjang Dayak Mualang )

Sedangkan Kostum yang digunakan oleh Sang Anak / Ksatria yaitu: Rompi Maram lengkap sirat, Tengkulas ( lilitan kepala ), Tengkelai ( gelang lengan ), dan gelang giring.

Di masa kini Kegiatan Mengayau telah tidak ada lagi sejalan dengan tingkat pengetahuan dan Agama telah masuk ke komunitas Dayak Mualang, tetapi pemujaan pedang kadang kala masih dilakukan sebatas bagian Tari Pedang. Tari Pedang yang merupakan warisan nenek moyang dimasa lalu tidak berubah, namun disesuaikan dengan gaya atau gerak orang masing yang menarikannya. Sedangkan Upacara adat memanggil roh leluhur / Dewa – dewi khayangan sudah tidak dilakukan lagi.

Masyarakat Mualang sangatlah komiten agar tidak melakukan pemanggilan leluhur dalam melakukan tari pedang sejalan dengan perkembangan jaman, karena jika dilakukan ritual pemanggilan roh leluhur, konsekwensinya harus melakukan ekspedisi Mengayau, jika tidak maka yang bersangkutan dan masyarakat pendukungnya di percaya akan mengalami mala petaka.

 Urutan Tari Pedang setelah ritual pedang tidak dilakukan lagi:

1.        Penghormatan kepada pedang
2.        Penghormaan kepada orang di sekitar pedang
3.        Bunga Pincak
4.        Gerakan posisi setengah tiang
5.        Nyabut pedang
6.        Nyabut pedang secara perlahan-lahan, karena pedang mempunyai manna (kekuatan ) dengan gerakan langkah pecah empat
7.      Pedang diangkat diatas bahu, sambil ditarikan dan berputar tiga kali.
8.      Melakukan gerakan atau langkah pecah 12
9.      Melakukan gerakan memainkan pedang, seolah-olah melakukan gerakan berperang, dan siap turun perang
10.  Nyarong pedang ( memasukan pedang kembali kesarungnya ) kemudian pedang tersebut di lepaskan dari pinggang. dan diletakan tetap dengan gerakan tari.
11.  Penghormatan ( nyemah pedang ) dan memberikan penghormatan kepada orang-orang / tamu ( nyemah temuai )
12.  selesai





Sumber / Informan:

  1. Nama               : Edmundus Linggie
Umur               : 68 Tahun
Jabatan            : Temenggung Dayak Mualang Kampung Merbang
                          Kecamatan Belitang Hilir- Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat
    
  1. Nama               : Alm. Sutardianus Buan
Umur               : 46 Tahun
Alamat            : Dusun Merbang Desa Merbang
  Kecamatan Belitang Hilir  Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat.








Tidak ada komentar: