TARI DAERAH KABUPATEN SEKADAU
John Roberto P, S.Sn.,M.Si ( 20 Mei 2010 )
- TARI PEDANG DARI SUKU DAYAK
MUALANG ( Ibanik Group )
KALIMANTAN BARAT.
Tari Pedang (
Nyabor ) pada masyarakat Dayak Mualang ( Ibanik Group) dahulu kala dikenal
sebagai Ritual Pemujaan Pedang sebelum seseorang akan pergi Mengayau ( head
hunter ). Mengayau atau memenggal kepala adalah suatu syarat bagi seorang
laki-laki yang beranjak dewasa apabila ia akan membina rumah tangga dalam
pengertian yang berhubungan kepercayaan saat itu, ia akan mampu menjaga
keluarganya dari serangan suku-suku lainnya di jaman pengayauan, sebab masa itu
sebagian besa suku Dayak memiliki tradisi mengayau.
Ritual tari
pedang ini diawali dengan suau upacara adat yang dipimpin oleh ketua adat
dengan mengundang roh-roh leluhur untuk memohon petunjuk dan memberikan
kemudahan bagi si anak laki-laki yang akan melakukan ekspedisi Mengayau.
Adapun Roh-roh leluhur yaitu:
para leluhur sakti atau Panglima Perang yang berhubungan dengan dunia dewa-dewi
( Sak Pangau ) yang di sebut Tuwak dalam bahasa Mualang, di undang untuk hadir
dan menemani sang anak mengayau yaitu:
- Tuwak Minai
- Tuwak Keling
- Tuwak Labong
- Tuwak Hijau
- Tuwak Pungak
- Tuwak Laja
- Dsb ( sesuai keinginan dan diperkirakan cukup, karena setiap tuwak punya keahliannya masing-masing dalam pengayauan )
Adapun maksud dari mengundang
roh-roh leluhur yaitu mengharapkan petunjuk yang dipesan melalui mimpi. Selain
itu ketua adat juga menganjurkan kepada si anak agar memperhatikan tanda-tanda
dari Sengalang Burong ( Burung Keramat / burung petuah )
Diantaranya: Burung Gemuas,
Burong Bejampong dsb. Setelah mendapatkan tanda-tanda maka sang anak akan
memberitahukan kepada Ketua adat dan ketua adat memberikan petuah. Selanjutnya
maka Ketua adat menghamburkan beras kuning dan mulailah sang anak melakukan
pemujaan terhadap pedang dengan cara menari.
Adapun Ritual Pemujaan Pedang
diawali dengan:
- Menyembah dan menitipkan perintah / pesan kepada pedang ( seolah-olah ada komunikasi si anak dan pedangnya tersebut.
- Mengelilingi Pedang sebanyak 3 ( tiga ) kali, kemudian mengambil pedang dan diikatkan di pinggangnya. Pada saat mengikat pedang sang anak melakukan gerakan yang disebut: Langkah Pecah Empat.
- Ketika pedang telah terikat, gerakan semangkin cepat, kemudian sang anak melakukan gerakan Langkah Pecah Dua Belas.
- Gerakan selanjutnya yaitu: meletakkan pedang pada posisi baring di bahu sambil memutarkannya, hingga pedang tersebut dapat berpindah ke kiri dan kanan dan gerakan tarian Pedang diakhiri dengan menyembah menghadap ke depan.
Jika semua ritual Pemujaan pedang,
yang didalamnya memuat tari sebagai bagian dari ritualisme seorang ksatria yang
akan turun mengayau selesai dilakukan, maka keesokan harinya Sang anak harus
segera berangkat mengayau, apabila terjadi hal-hal yang mengganggu
keberangkatan hingga menyebakan batalnya ekspedisi mengayau pada hari akan
pergi, maka ritual pemujaan pedang harus dilakukan lagi dari awal.
Ritual Pemujaan pedang, yang
didalamnya memuat tari pedang sebagai bagian dari upacara ritual dalam
pengayauan, diiringi oleh Instrumen atau tebah yang disebut: Tebah Unup yang terdiri dari: dua buah Tawaq ( Kempul ) dan dua Buah Entebung ( gendang panjang Dayak Mualang
)
Sedangkan Kostum yang digunakan
oleh Sang Anak / Ksatria yaitu: Rompi
Maram lengkap sirat, Tengkulas ( lilitan kepala ), Tengkelai ( gelang lengan ), dan gelang
giring.
Di masa kini Kegiatan Mengayau
telah tidak ada lagi sejalan dengan tingkat pengetahuan dan Agama telah masuk
ke komunitas Dayak Mualang, tetapi pemujaan pedang kadang kala masih dilakukan
sebatas bagian Tari Pedang. Tari Pedang yang merupakan warisan nenek moyang
dimasa lalu tidak berubah, namun disesuaikan dengan gaya atau gerak orang
masing yang menarikannya. Sedangkan Upacara adat memanggil roh leluhur / Dewa –
dewi khayangan sudah tidak dilakukan lagi.
Masyarakat Mualang sangatlah
komiten agar tidak melakukan pemanggilan leluhur dalam melakukan tari pedang
sejalan dengan perkembangan jaman, karena jika dilakukan ritual pemanggilan roh
leluhur, konsekwensinya harus melakukan ekspedisi Mengayau, jika tidak maka
yang bersangkutan dan masyarakat pendukungnya di percaya akan mengalami mala
petaka.
Urutan Tari Pedang setelah ritual pedang tidak
dilakukan lagi:
1.
Penghormatan kepada pedang
2.
Penghormaan kepada orang di sekitar pedang
3.
Bunga Pincak
4.
Gerakan posisi setengah tiang
5.
Nyabut pedang
6.
Nyabut pedang secara perlahan-lahan, karena pedang
mempunyai manna (kekuatan ) dengan gerakan langkah pecah empat
7.
Pedang diangkat diatas bahu, sambil ditarikan dan
berputar tiga kali.
8.
Melakukan gerakan atau langkah pecah 12
9.
Melakukan gerakan memainkan pedang, seolah-olah
melakukan gerakan berperang, dan siap turun perang
10. Nyarong
pedang ( memasukan pedang kembali kesarungnya ) kemudian pedang tersebut di
lepaskan dari pinggang. dan diletakan tetap dengan gerakan tari.
11. Penghormatan
( nyemah pedang ) dan memberikan penghormatan kepada orang-orang / tamu (
nyemah temuai )
12. selesai
Sumber /
Informan:
- Nama : Edmundus Linggie
Umur : 68 Tahun
Jabatan : Temenggung Dayak Mualang Kampung
Merbang
Kecamatan Belitang Hilir- Kabupaten Sekadau
Kalimantan Barat
- Nama : Alm. Sutardianus Buan
Umur : 46 Tahun
Alamat : Dusun Merbang
Desa Merbang
Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat.